Pagi di Persimpangan

๐ŸŒธ๐Ÿ€๐ŸŒฟ

Pagi selalu menjadi awal baru penanda hari. Penutup hari selalu dilepas oleh senja. Entah sejak kapan. Dan, cahaya pagi dan senja selalu menghangatkan. Cobalah sesekali merasakannya. ^^


Saat di Pagi Hari,,
Kampus IPB.. ^^

Kau tahu, kawan..
Waktu itu relatif.
kadang, seharian itu serasa berjalan dengan cepat
dan kadang, sebaliknya, terasa berjalan dengan lambat.

Kadang kita merasa bahwa waktu kita sedikit. Dan seharian, kadang kita merasa bahwa kita tidak ada kemajuan
seharian itu tanpa makna. Duduk berjam-jam, menatap si layar datar.

Katanya..
Kau tahu rahasianya, mengapa, kawan,,??

๐Ÿ€Itu karena kita hidup pada cerita-ceritanya orang lain, sampai-sampai,
kita lupa membuat cerita-cerita kita sendiri dalam keseharian nyata kita.
Sehingga,
otak dan pikiran kita dipenuhi oleh cerita-cerita kehidupan orang lain yang membuat waktu kita berasa tidak ada.
Bayangkan saja, seharian,
tidak kurang dari puluhan kali mungkin, atau lebih,
kita membaca cerita-cerita orang lain yang sedang makan lah
yang sedang pergi lah, yang sedang mengeluh lah, yang sedang bahagia lah, dan sebgainya..

๐ŸŒธDi waktu yang bersamaan, kita lupa berbuat, dan memerhatikan cerita-cerita kehidupan nyata kita sendiri.
Sehingga waktu,
yaa berjalan begitu saja, tanpa karya, tnpa penghrgaan trhadap diri sendiri.


Untuk itu, mari kita berusaha hidup pada cerita-cerita nyata kita sendiri. Buat orang lain membaca karya dan cerita-cerita kita, bukan hanya sekedar menghabiskan waktu di depan layar datar untuk membaca cerita orang dan memupuk rasa iri kita.


#Setidaknya, itulah yang terpikirkan.. ^^ ๐ŸŒฟ๐ŸŒธ๐Ÿ€#17Desember2017

Pagi hari, di persimpangan kampus IPB.. ๐Ÿ™‚

Kembali

๐ŸŒธ๐Ÿ€๐ŸŒฟ

Ada banyak kesulitan di dunia ini. Salah satu kesulitan itu adalah menulis lagi setelah sekian lama tidak melakukannya. Tentu saja, ini sulit untuk sebagian orang, tidak untuk yang lainnya. Kesulitan menulis kembali mungkin disebabkan oleh rasa nyaman tidak menulis. Eh tapi, benarkah nyaman?. Tidak tahu lah. Nah, kesulitan ini tentu harus segera ditangani agar tidak berlarut-larut. Tulisan ini ialah bentuk pengurai kesulitan itu. ๐Ÿ™‚


๐ŸŒธ Tetiba, saya teringat tentang istilah istiqomah. Dulu, ketika di pondok, istiqomah itu saya fahami sebatas tentang melakukan sesuatu secara rutin. Harus tiap hari. Atau harus tiap minggu. Atau paling tidak harus tiap tahun. Tergantung istiqomah dalam hal apa. Tidak boleh cacat, tidak boleh bolong. Jika sudah berniat, harus dilaksanakan.

Begitu pikirku.

Tapi nyatanya, kenyataan lebih sering berkata sebaliknya.

Ingin istiqomah belajar selama dua jam setiap hari, misalanya. Besok dan enam hari setelahnya, masih berjalan dengan baik. Bagus. Hari seterusnya, ada hal yang harus dilakukan. Jadi tidak bisa belajar selama dua jam. Lalu, seperti diduga, semangat istiqomah menjadi semakin kendor. Dan bisa ditebak selanjutnya, belajar dua jam sehari menjadi bagian dari niatan saja. Hhee

Begitu pula ketika ingin paling tidak membaca buku satu jam sehari. Keinginan ini, berlangsung beberapa hari saja, umurnya. Hari-hari berikutnya, ia juga masuk daftar niatan juga.


๐Ÿ€Dugaan ku, ini terjadi karena pemikiran yang ideal tentang istiqomah. Harus bagus. Harus tetap konsisten. Harus tidak boleh ada celah. Tidak boleh ada bolong.

Nyatanya, bagi sebagian besar kita, itu sulit. Dan memang, istiqomah tidak hanya di bagian itu. Istiqomah itu, di bagian kita bangkit lagi melaksanakannya. Namanya juga manusia biasa. Jadi, tidak mengapa tidak ideal.

“Tidak begitu. Manusia biasa kok senangnya ideal..” #Gus Baha ๐Ÿ˜


Bersyukurlah, karena tidak ideal atau belum istiqomah. Karena jika sudah, apalagi yang akan kau perjuangkan. Di mana lagi nikmatnya hidup tidak sempurna ini? ๐ŸŒธ๐Ÿ€๐ŸŒฟ

Selamat malam, kawan-kawan.. ^^

Percaya – Jepang ๐Ÿ‡ฏ๐Ÿ‡ต

๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ๐Ÿž

Ada kejadian seperti ini.

Kita kadang diminta tolong untuk mencari suatu barang di halaman. Di pikiran kita, barang itu tidak ada di sana. Tapi kita disuruh mencarinya di sana. Kemudian, kita berusaha mencarinya. Lama kita mencarinya, tapi tidak ketemu juga. Lalu orang yang menyuruh kita itu mencari sendiri barang itu. Ia yakin barangnya ada di sana. Selang beberapa waktu, barang itu ketemu. Pas di tempat kita lebih dulu mencarinya. Kita yang lebih lama mencarinya, tidak menemukannya. Ia yang yakin barangnya ada di sana, dapat dengan mudah menemukannya. ๐Ÿ€

Kau tahu kenapa? Karena di pikiran kita, dari awal, barang itu tidak ada. Jadi mata kita tidak melihatnya walaupun barang itu persis ada di depan kita. Kepercayaan dalam pikiran kita menutup mata kita. ๐Ÿž

Hal ini sama seperti ketika kita mengoreksi sendiri tulisan kita. Berapa kali pun kita baca, tetap tidak ada yang keliru. Sudah sempurna. Lalu orang lain membacanya. Ia dapat dengan mudah menemukan kesalahan tulis dalam tulisan kita. ๐Ÿ
Apa bedanya ia dengan kita yang sama-sama membaca hal yang sama?
Bedanya adalah,
Kita membaca apa yang kita pikirkan, bukan apa yang kita lihat.

Umumnya, seseorang dapat mempercayai seseorang lainnya atau sesuatu lainnya ketika ia mempunyai bukti yang mendukung kepercayaannya itu. Ia ingin menitipkan uang, maka ia akan menitipkan pada orang yang dipercayainya bisa menjaga uangnya. Ini lah bukti. Bukti menjadi pembenaran terhadap apa yang belum kita percayai atau memang masih kita ragukan.

Tapi, ya, ada juga yang walaupun sudah ada buktinya, ia masih saja tidak percaya. Ia masih kekeh dengan keyakinannya. Buktinya padahal sudah ada. Tapi ia tidak ingin percaya. Lebih tepatnya, Ia hanya ingin mempercayai apa yang ingin dia percayai.


Pada akhirnya, bukti itu penting untuk mendukung kepercayaan kita. Ketika kita sudah bisa percaya sesuatu, maka akan lebih mudah untuk meyakininya. Kalau sebuah keinginan mencapai sesuatu, disertai dengan keyakinan untuk mencapainya, ia akan lebih mudah diwujudkan. Jika ada yang sudah duluan mencapai sesuatu, maka yang lainnya akan lebih punya keyakinan akan bisa mencapainya. Akhirnya, ia akan lebih mudah untuk memperjuangkannya.

Nah, menjadi orang yang pertama membuktikan itu yang agak susah, tapi tidak tidak mungkin. Seperti penulis yang ingin membuktikan bahwa Jepang ๐Ÿ‡ฏ๐Ÿ‡ต itu bersih, rapi, dan indah, sekarang penulis bisa percaya sepenuhnya. Karena sudah membuktikan.

Ketika pertama kali sampai di Jepang, yang pertama kali diperhatikan penulis adalah sampah. Memang tidak ada. Pas naik bus, penulis melihat di luar bus ada seseorang yang mengambil sampah di lantai lalu membuangnya ke tong sampah. Di jalanan, tidak banyak untuk tidak mengatakan tidak ada sampah yang dapat ditemukan. Yang ada adalah dedaunan kering yang berjatuhan di pinggir jalan. Pun ketika di Asakusa, salah satu kuil paling ramai di Tokyo, penulis berusaha mencari sampah. Ternyata, memang tidak ada, walaupun sebegitu ramainya. Sampahnya ada di tempatnya.

Dan,
Semestinya pembaca juga harus percaya bahwa anak pondok di Lombok juga bisa kuliah di kampus besar, atau bisa pergi ke luar negeri, penulis sudah membuktikannya. Penulis sudah pergi ke sana.
Ini ceritaku, mana ceritamu?

Jika tidak percaya, buktikan saja.
Nanti ceritakan kemudian. ๐Ÿž๐ŸŒธ๐Ÿ€

Semangaat.. ๐Ÿ˜Š๐Ÿ˜๐Ÿž๐Ÿ

Walaupun ramai, tapi tetap bersih.

Masalah

Masalah itu harus dihadapi, ini satu-satunya cara untuk hidup.

Terserah, hasilnya berhasil atau tidak. Selama engkau tidak lari, itu yang terpenting.

Bagaimana kau mengira bahwa kau masih hidup jika masalah saja tidak berani kau lihat dan hadapi?

“Butuh sedikit saja keberanian untuk bisa merubah hidup” #Rancho

Merayakan kehidupan ialah dengan menikmati saat-saat ketika kau berani berhadapan dengan masalah, berhasil atau tidak, gagal atau tidak.

Jika tidak, kau mati, saat itu juga. ๐Ÿ˜๐Ÿ˜Š

Minggu๐Ÿž

#Selamat ber-hari minggu, bagi yang menjalankan…

Akhirnya, setelah sekian lama, menulis lagi di blog. ^^

Jeda ternyata bisa menyehatkan seseorang, membuat lebih tenang, dan dapat lebih santai. Walau terkadang juga melenakan. ๐Ÿž๐Ÿ’ฎ

Kehidupan terus berjalan, tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Tapi jalan saja, tidak apa-apa. Tugas kita adalah membuat rencana-rencana, lalu menjalankannya, meski tidak perlu semua. Kadang berhasil, kadang tidak. Tidak apa-apa. Yang baik pasti akan datang.

Tidak perlu terburu-buru, menikmati langkah tidak pernah lebih buruk dari pada hanya sekedar mengejar seseorang di depan sana yang kau sendiri tidak tahu mengapa harus mengejarnya. ๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ

Tidak apa-apa juga jika kau tidak akrab dan baik pada semua orang. Cukup lah baik pada orang-orang terdekat. Cukup lah baik pada diri sendiri dulu. Orang lain hanya sebatas penonton dan penilai kehidupan kita, yang pasti menjalaninya adalah diri kita. Jika orang lain melihatnya buruk, tidak apa-apa, kan yang menjalani tetap kita. Yang hidup siapa, yang menjalani siapa. Yang jelas, bukan mereka dengan pandangan-pandangannya.

Minggu selalu menjadi waktu beristirahat yang baik, bagi mereka yang bekerja dari senin hingga sabtu. Tapi bagi yang tidak bekerja, sama saja. ๐Ÿ€๐Ÿฆ‹

Jalan hidup orang berbeda-beda, jadi jangan seragam kan, malah tidak jadi indah lagi jika diseragamkan. Tidak perlu hidup yang selalu sesuai perhitungan, kebahagiaan itu salah satunya ialah ketika serendipity (cari sendiri artinya). Tenang saja, seburuk apapun jalan hidup, alasan-alasan kecil untuk berbahagia selalu dititipkanNya dengan kejutan-kejutan kecil.

Terakhir,

“Tuhan tidak sedang bermain dadu” #Kata Albert Einstein ๐Ÿ˜Š๐ŸŒธ๐ŸŒฟ